Kata itu mengisyaratkan sebuah konsep bahwa mereka yang berhasil adalah yang mahir
menghancurkan musuh-musuhnya. Banyak yang mengatakan kompetisi lambang
ketamakan. Padahal, perdagangan dunia yang lebih bebas dimasa mendatang justru
mempromosikan
kompetisi yang juga lebih bebas. Lewat ilmu kompetisi kita dapat
merenungkan, membayangkan eksportir kita yang ditantang untuk terjun ke
arena baru yaitu pasar bebas dimasa mendatang. Kemampuan berkompetisi
seharusnya sama sekali tidak ditentukan oleh ukuran besar
kecilnya sebuah perusahaan. Inilah yang sering dikonsepkan berbeda oleh penguasa
kita. Jika kita ingin mencapai target ditahun 2000, sudah saatnya dunia bisnis kita
mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan beretika, yang terlihat
perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan menengah kebawah
dan
pengusaha golongan atas. Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan antara lain yaitu pengendalian diri,
pengembangan tanggung jawab sosial,
mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep
pembangunan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan
persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan,
menghindari sikap 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
mampu
mengatakan yang benar itu benar, dll. Dengan adanya moral dan etika
dalam dunia bisnis, serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya,
kita yakin jurang itu dapat dikurangi, serta kita optimis salah satu
kendala dalam menghadapi era globalisasi pada tahun 2000 an dapat
diatasi.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah
1. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan
diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam
bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan
dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan
dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan
tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi
penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika
bisnis yang “etis”.
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan
hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih
kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis
untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand
harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak
memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi,
dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan
memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh
pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi
informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi
golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya
tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan
kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya,
harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah
kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan
spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan
persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat
sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang.
Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-”ekspoitasi” lingkungan dan
keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan
dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk
memperoleh keuntungan besar.
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan
Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak
akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk
permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan
nama bangsa dan negara.
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit
(sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan
“katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah.
Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi”
kepada pihak yang terkait.
Situasi atau benturan yang harus dihidari dalam dunia bisnis
A. Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan dengan atau
berkeinginan mengambil andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau
pesaing (competitor). Contoh: Seorang karyawan disebuah perusahaan
memiliki usaha dibidang penyedian bahan baku, dan kemudian karyawan
tersebut berusaha menggantikan aktifitas pemasok lain dengan memasukkan
pasokan bahan baku dari usaha yang dia miliki tersebut ke perusahaan
tempat dia bekerja.
B. Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan
perusahaan. Contoh: Ketika seorang karyawan mendapatkan tugas keluar
kota dari perusahaan tempat dia berkerja dia memanfaatkan sebagian dari
waktu tersebut untuk sekalian berlibur dengan anggota keluarganya.
C. Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang
masih ada hubungan keluarga (family) atau dengan perusahaan yang
dikontrol oleh personal tersebut. Contoh: Seorang karyawan di suatu
perusahaan memasukkan anggota keluarganya untuk dapat menempati suatu
posisi di perusahaan tersebut tanpa harus melewati tahapan recruitment
seperti para pencari kerja lainnya.
D. Segala posisi dimana karyawan dan pimpinan perusahaan mempunyai
pengaruh atau control terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi
dari personal yang masih ada hubungan keluarga. Contoh: Seorang manajer
memberikan evaluasi hasil kerja yang baik terhadap anggota keluarganya
yang bekerja di perusahaan itu juga, padahal kinerja dari anggota
keluarganya itu tidak sesuai dengan hasil laporan yang dilaporkan oleh
manajer tersebut.
E. Segala penggunaan pribadi maupun berbagai atas informasi rahasia
perusahaan demi suatu keuntungan pribadi, seperti anjuran untuk membeli
atau menjual barang milik perusahaan atau produk, yang didasarkan atas
informasi rahasia tersebut. Contoh: Seorang karyawan disuatu perusahaan
memberikan atau membocorkan rahasia perusahaan kepada temannya yang
berkerja disuatu perusahaan yang bergerak dibidang usaha yang sama.
Senin, 15 Oktober 2012
Etika Sebagai Tinjauan
- Pengertian etika
- Etika dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.arti ini dapat juga disebut sistem nilai dalam hidup manusia perseorngan atau hidup bermasyrakat.
- Etika dipakai dalam arti kumpulan asas dan nilai moral,yang dimaksud disi adalah kode etik.
- Etika dipakai dalam arti ilmu tentang yang baik atau yang buruk .arti sini sama dengan filsafat moral Dalam perkembangannya etika dapat dibagi dua yaitu etika perangai dan etika moral.
Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlaq); kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlaq; nilai mengenai nilai benar dan salah, yang dianut suatu golongan atau masyarakat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989) Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral. (Suseno, 1987) Etika sebenarnya lebih banyak bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan tingkah laku manusia. (Kattsoff, 1986) Berdasarkan beberapa pemikiran diatas etika menurut Bartens sebagaiman dikutip oleh abdul kadir,memberikan tiga arti etika yaitu ; - Prinsip Prinsip Etika
- TransparansiTransparansi merupakan bagian penting dari kebudayaan kami. Karyawan, pemegang saham, klien, konsumen, dan vendor kami mendapatkan informasi yang sebenarnya mengenai perusahaan dan bisnis kami. Sebaliknya, kami juga mengharapkan transparansi yang sama.
- LoyalitasSeseorang yang mendapatkan kepercayaan dari ratusan klien dan jutaan pelanggan di seluruh dunia. Mereka membangun hubungan yang saling setia dan tahan lama dengan klien, karyawan, shareholder, suplier, dan stakeholder kami.
- IntegritasSeseorang tidak akan terlibat dalam pelanggaran etika, hukum atau ketidakadilan dalam pelaksanaan bisnis dan kami berharap rekan-rekan kami untuk memperhatikan etika tersebut yang menjadi simbol dari perusahaan kami. Di mana pun kami melakukan aktivitas bisnis, kami tidak mentolerir praktik bisnis yang tidak didasari oleh nilai prinsip dasar kami: kepercayaan, integritas, dan keadilan.
- Menghargai
Seseorang yang menawarkan peluang yang sama kepada seluruh karyawan tanpa mempertimbangkan ras, suku bangsa, keyakinan, arah politik, pendapat perseorangan, gender, gaya hidup dan usia. Dikarenakan penghargaan merupakan komitmen yang tak terpisahkan dalam meningkatkan kualitas hidup pelanggan kami, Sodexo sangat berkomitmen menciptakan lingkungan kerja yang didasari oleh penghargaan bagi individu dan membangun budaya yang menghargai dan memberikan nilai terhadap pengalaman dan keahlian yang dimiliki oleh karyawan kami.
- Basis Teori Etikaa.Etika Teleologi
Dari
kata Yunani, telos
= tujuan,Mengukur
baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai
dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh
t indakan itu.
Dua
aliran etika teleologi :
-
Egoisme Etis
-
Utilitarianisme
-
Egoisme Etis
Inti
pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada
dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya
sendiri.Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah
mengejar kepentingan pribadi dan memajukan
dirinya. Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika
ia cenderung menjadi hedonistis,yaitu ketika kebahagiaan dan
kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan
fisik yg bersifat vulgar.
-
Utilitarianisme
Berasal
dari bahasa latin utilis
yang berarti “bermanfaat”.
Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat,
tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang
melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Dalam rangka pemikiran
utilitarianisme, kriteria untuk menentukan
baik buruknya suatu perbuatan adalah “the
greatest happiness of the greatest
number”, kebahagiaan terbesar dari jumlah
orang yang terbesar.
b.
Deontologi
Istilah
deontologi berasal dari kata Yunani ‘deon’
yang
berarti kewajiban. ‘Mengapa
perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’,
deontologi menjawab : ‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban
kita dan karena perbuatan kedua dilarang’.Yang menjadi dasar baik
buruknya perbuatan adalah kewajiban. Pendekatan deontologi sudah
diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu
teori etika yang terpenting.
c.
Teori Hak
Dalam
pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan
yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu
perbuatan atau perilaku. Teori Hak merupakan suatu aspek dari teori
dentologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan kewajiban
bagaikan dua sisi uang logam yang sama. Hak didasarkan atas martabat
manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat
cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
.
d.
Teori Keutamaan (Virtue)
Memandang
sikap atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan
tertentu adil, atau jujur, atau murah hati dan sebagainya. Keutamaan
bisa didefinisikan sebagai berikut : disposisi watak yang telah
diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik
secara moral.
Contoh
keutamaan :
a.
Kebijaksanaan
b.
Keadilan
c.
Suka bekerja keras
d.
Hidup yang baik
- Egoism
Egoisme
merupakan
motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya
menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di
tengah satu t ujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang
lain, termasuk yang dicintainya atau yang dianggap sebagai teman
dekat. Istilah lainnya adalah "egois". Lawan dari egoisme
adalah altruisme.
Hal
ini berkaitan erat dengan narsisme,
atau "mencintai diri sendiri," dan kecenderungan mungkin
untuk berbicara atau menulis tentang diri sendiri dengan rasa sombong
dan panjang lebar. Egoisme dapat hidup berdampingan dengan
kepentingannya sendiri, bahkan pada saat penolakan orang
lain.Sombong
adalah
sifat yang menggambarkan karakter seseorang yang bertindak
untuk
memperoleh nilai
dalam
jumlah yang lebih banyak daripada yang ia memberikan kepada orang
lain. Egoisme sering dilakukan dengan memanfaatkan altruisme,
irasionalitas
dan
kebodohan orang lain, serta memanfaatkan kekuatan diri sendiri dan /
atau kecerdikan untuk menipu.
Egoisme
berbeda dari altruisme, atau bertindak untuk mendapatkan nilai kurang
dari yang diberikan, dan egoisme, keyakinan bahwa nilai-nilai lebih
didapatkan dari yang boleh diberikan. Berbagai bentuk "egoisme
empiris" bisa sama dengan egoisme, selama nilai manfaat
individu diri sendirinya masih dianggap sempurna.
Etika Government
Good governance merupakan tuntutan yang terus
menerus diajukan oleh publik dalam perjalanan roda pemerintahan.
Tuntutan tersebut merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon
positif oleh aparatur penyelenggaraan pemerintahan. Good governance mengandung dua arti yaitu :
Pada abad ke 16 dan 17 untuk mencapai perkembangan pribadi (personal development) dan kebahagiaan (happiness) tersebut dianjurkan mengembangkan kekuataan jiwa (animositas), kemurahan hati (generositas), dan keutamaan jiwa (sublimitas).
Dengan demikian etika pemerintahan tidak terlepas dari filsafat pemerintahan. filsafat pemerintahan adalah prinsip pedoman dasar yang dijadikan sebagai fondasi pembentukan dan perjalanan roda pemerintahan yang biasanya dinyatakan pada pembukaan UUD negara.
kalau melihat sistematika filsafat yang terdiri dari filsafat teoritis, "mempertanyakan yang ada", sedangkan filsafat praktis, "mempertanyakan bagaimana sikap dan prilaku manusia terhadap yang ada". Dan filsafat etika. Oleh karena itu filsafat pemerintahan termasuk dalam kategori cabang filsafat praktis. Filsafat pemerintahan berupaya untuk melakukan suatu pemikiran mengenai kebenaran yang dilakukan pemerintahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mengacu kepada kaedah-kaedah atau nilai-nilai baik formal maupun etis.
Dalam ilmu kaedah hukum (normwissenchaft atau sollenwissenschaft) menurut Hans Kelsen yaitu menelaah hukum sebagai kaedah dengan dogmatik hukum dan sistematik hukum meliputi Kenyataan idiil (rechts ordeel) dan Kenyataan Riil (rechts werkelijkheid). Kaedah merupakan patokan atau pedoman atau batasan prilaku yang "seharusnya". Proses terjadinya kaedah meliputi : Tiruan (imitasi) dan Pendidikan (edukasi). Adapun macam-macam kaedah mencakup, Pertama : Kaedah pribadi, mengatur kehidupan pribadi seseorang, antara lain :
Contoh dalam kehidupan masyarakat madani (civil society) ataupun masyarakat demokratis, nilai dan moralitas yang dikembangkan bersumber kepada kesadaran moral tentang kesetaraan (equlity), kebebasan (freedom), menjunjung tinggi hukum, dan kepedulian atau solidaritas.
Dari segi etika, pemerintahan adalah perbuatan atau aktivitas yang erat kaitannya dengan manusia dan kemanusiaan. Oleh karena itu perbuatan atau aktivitas pemerintahan tidak terlepas dari kewajiban etika dan moralitas serta budaya baik antara pemerintahan dengan rakyat, antara lembaga/pejabat publik pemerintahan dengan pihak ketiga. Perbuatan semacam ini biasanya disebut Prinsip Kepatutan dalam pemerintahan dengan pendekatan moralitas sebagi dasar berpikir dan bertindak. Prinsip kepatutan ini menjadi fondasi etis bagi pejabat publik dan lembaga pemerintahan dalam melaksanakan tugas pemerintahan.
Etika pemerintahan disebut selalu berkaitan dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hak-hak dasar warga negara selaku manusia sosial (mahluk sosial). Nilai-nilai keutamaan yang dikembangkan dalam etika pemerintahan adalah :
Etika politik berhubungan dengan dimensi politik dalam kehidupan manusia yaitu berhubungan dengan pelaksanaan sistem politik seperti contoh : tatanan politik, legitimasi dan kehidupan politik. Bentuk keutamaannya seperti prinsip demokrasi (kebebasan berpendapat), harkat martabat manusia (HAM), kesejahteraan rakyat.
Etika politik juga mengharuskan sistem politik menjunjung nilai-nilai keutamaan yang harus dapat dipertanggungjawabkan secara etis maupun normatif. Misalnya legitimasi politik harus dapat dipertanggungjawabkan dengan demikian juga tatanan kehidupan politik dalam suatu negara.
Etika pemerintahan berhubungan dengan keutamaan yang harus dilaksanakan oleh para elit pejabat publik dan staf pegawai pemerintahan. Oleh karena itu dalam etiak pemerintahan membahas prilaku penyelenggaraan pemerintahan, terutama penggunaan kekuasaan, kewenangan termasuk legitimasi kekuasaan dalam kaitannya dengan tingkah laku yang baik dan buruk.
Wujud etika pemerintahan tersebut adalah aturan-aturan ideal yang dinyatakan dalam UUD baik yang dikatakan oleh dasar negara (pancasila) maupun dasar-dasar perjuangan negara (teks proklamasi). Di Indonesia wujudnya adalah pembukaan UUD 1945 sekaligus pancasila sebagai dasar negara (fundamental falsafah bangsa) dan doktrin politik bagi organisasi formil yang mendapatkan legitimasi dan serta keabsahan hukum secara de yure maupun de facto oleh pemerintahan RI, dimana pancasila digunakan sebagai doktrin politik organisasinya.
- Menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang hidup dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara yang berhubungan dengan nilai-nilai kepemimpinan. Good governance mengarah kepada asas demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
- Pencapaian visi dan misi secara efektif dan efisien. Mengacu kepada struktur dan kapabilitas pemerintahan serta mekanisme sistem kestabilitas politik dan administrasi negara yang bersangkutan.
- Logika, mengenai tentang benar dan salah.
- Etika, mengenai tentang prilaku baik dan buruk.
- Estetika, mengenai tentang keindahan dan kejelekan.
- Kebijaksanaan, pertimbangan yang baik (prudence).
- Keadilan (justice).
- Kekuatan moral, berani karena benar, sadar dan tahan menghadapi godaan (fortitude).
- Kesederhanaan dan pengendalian diri dalam pikiran, hati nurani dan perbuatan harus sejalan atau "catur murti" (temperance).
Pada abad ke 16 dan 17 untuk mencapai perkembangan pribadi (personal development) dan kebahagiaan (happiness) tersebut dianjurkan mengembangkan kekuataan jiwa (animositas), kemurahan hati (generositas), dan keutamaan jiwa (sublimitas).
Dengan demikian etika pemerintahan tidak terlepas dari filsafat pemerintahan. filsafat pemerintahan adalah prinsip pedoman dasar yang dijadikan sebagai fondasi pembentukan dan perjalanan roda pemerintahan yang biasanya dinyatakan pada pembukaan UUD negara.
kalau melihat sistematika filsafat yang terdiri dari filsafat teoritis, "mempertanyakan yang ada", sedangkan filsafat praktis, "mempertanyakan bagaimana sikap dan prilaku manusia terhadap yang ada". Dan filsafat etika. Oleh karena itu filsafat pemerintahan termasuk dalam kategori cabang filsafat praktis. Filsafat pemerintahan berupaya untuk melakukan suatu pemikiran mengenai kebenaran yang dilakukan pemerintahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mengacu kepada kaedah-kaedah atau nilai-nilai baik formal maupun etis.
Dalam ilmu kaedah hukum (normwissenchaft atau sollenwissenschaft) menurut Hans Kelsen yaitu menelaah hukum sebagai kaedah dengan dogmatik hukum dan sistematik hukum meliputi Kenyataan idiil (rechts ordeel) dan Kenyataan Riil (rechts werkelijkheid). Kaedah merupakan patokan atau pedoman atau batasan prilaku yang "seharusnya". Proses terjadinya kaedah meliputi : Tiruan (imitasi) dan Pendidikan (edukasi). Adapun macam-macam kaedah mencakup, Pertama : Kaedah pribadi, mengatur kehidupan pribadi seseorang, antara lain :
- Kaedah Kepercayaan, tujuannya adalah untuk mencapai kesucian hidup pribadi atau hidup beriman. meliputi : kaedah fundamentil (abstrak), contoh : manusia harus yakin dan mengabdi kepada Tuhan YME. Dan kaedah aktuil (kongkrit), contoh : sebagai umat islam, seorang muslim/muslimah harus sholat lima waktu.
- Kaedah Kesusilaan, tujuannya adalah untuk kebaikan hidup pribadi, kebaikan hati nurani atau akhlak. Contoh : kaedah fundamentil, setiap orang harus mempunyai hati nurani yang bersih. Sedangkan kaedah aktuilnya, tidak boleh curiga, iri atau dengki.
- Kaedah Kesopanan, tujuannya untuk kesedapan hidup antar pribadi, contoh : kaedah fundamentilnya, setiap orang harus memelihara kesedapan hidup bersama, sedangkan kaedah aktuilnya, yang muda harus hormat kepada yang tua.
- Kaedah Hukum, tujuannya untuk kedamaian hidup bersama, contoh : kaedah fundametilnya, menjaga ketertiban dan ketentuan, sedangkan kaedah aktuilnya, melarang perbuatan melawan hukum serta anarkis. Mengapa kaedah hukum diperlukan, Pertama : karena dari ketiga kaedah yang lain daripada kaedah hukum tidak cukup meliputi keseluruhan kehidupan manusia. kedua : kemungkinan hidup bersama menjadi tidak pantas atau tidak seyogyanya, apabila hanya diatur oleh ketiga kaedah tersebut.
Contoh dalam kehidupan masyarakat madani (civil society) ataupun masyarakat demokratis, nilai dan moralitas yang dikembangkan bersumber kepada kesadaran moral tentang kesetaraan (equlity), kebebasan (freedom), menjunjung tinggi hukum, dan kepedulian atau solidaritas.
Dari segi etika, pemerintahan adalah perbuatan atau aktivitas yang erat kaitannya dengan manusia dan kemanusiaan. Oleh karena itu perbuatan atau aktivitas pemerintahan tidak terlepas dari kewajiban etika dan moralitas serta budaya baik antara pemerintahan dengan rakyat, antara lembaga/pejabat publik pemerintahan dengan pihak ketiga. Perbuatan semacam ini biasanya disebut Prinsip Kepatutan dalam pemerintahan dengan pendekatan moralitas sebagi dasar berpikir dan bertindak. Prinsip kepatutan ini menjadi fondasi etis bagi pejabat publik dan lembaga pemerintahan dalam melaksanakan tugas pemerintahan.
Etika pemerintahan disebut selalu berkaitan dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hak-hak dasar warga negara selaku manusia sosial (mahluk sosial). Nilai-nilai keutamaan yang dikembangkan dalam etika pemerintahan adalah :
- Penghormatan terhadap hidup manusia dan HAM lainnya.
- kejujuran baik terhadap diri sendiri maupun terhadap manusia lainnya (honesty).
- Keadilan dan kepantasan merupakan sikap yang terutama harus diperlakukan terhadap orang lain.
- kekuatan moralitas, ketabahan serta berani karena benar terhadap godaan (fortitude).
- Kesederhanaan dan pengendalian diri (temperance).
- Nilai-nilai agama dan sosial budaya termasuk nilai agama agar manusia harus bertindak secara profesionalisme dan bekerja keras.
Etika politik berhubungan dengan dimensi politik dalam kehidupan manusia yaitu berhubungan dengan pelaksanaan sistem politik seperti contoh : tatanan politik, legitimasi dan kehidupan politik. Bentuk keutamaannya seperti prinsip demokrasi (kebebasan berpendapat), harkat martabat manusia (HAM), kesejahteraan rakyat.
Etika politik juga mengharuskan sistem politik menjunjung nilai-nilai keutamaan yang harus dapat dipertanggungjawabkan secara etis maupun normatif. Misalnya legitimasi politik harus dapat dipertanggungjawabkan dengan demikian juga tatanan kehidupan politik dalam suatu negara.
Etika pemerintahan berhubungan dengan keutamaan yang harus dilaksanakan oleh para elit pejabat publik dan staf pegawai pemerintahan. Oleh karena itu dalam etiak pemerintahan membahas prilaku penyelenggaraan pemerintahan, terutama penggunaan kekuasaan, kewenangan termasuk legitimasi kekuasaan dalam kaitannya dengan tingkah laku yang baik dan buruk.
Wujud etika pemerintahan tersebut adalah aturan-aturan ideal yang dinyatakan dalam UUD baik yang dikatakan oleh dasar negara (pancasila) maupun dasar-dasar perjuangan negara (teks proklamasi). Di Indonesia wujudnya adalah pembukaan UUD 1945 sekaligus pancasila sebagai dasar negara (fundamental falsafah bangsa) dan doktrin politik bagi organisasi formil yang mendapatkan legitimasi dan serta keabsahan hukum secara de yure maupun de facto oleh pemerintahan RI, dimana pancasila digunakan sebagai doktrin politik organisasinya.
Etika Profesi Akuntansi
Menurut Billy, Perkembangan Profesi Akuntan terbagi menjadi empat fase yaitu,
1. Pra Revolusi Industri
2. Masa Revolusi Industri tahun 1900
3. Tahun 1900 - 1930
4. Tahun 1930 - sekarang
Akuntan Publik
Akuntan Publik adalah seorang praktisi dan gelar profesional yang diberikan kepada akuntan di Indonesia yang telah mendapatkan izin dari Menteri Keuangan RI untuk memberikan jasa audit umum dan review atas laporan keuangan, audit kinerja dan audit khusus serta jasa dalam bidang non-atestasi lainnya seperti jasa konsultasi, jasa kompilasi, dan jasa-jasa lainnya yang berhubungan dengan akuntansi dan keuangan.Ketentuan mengenai praktek Akuntan di Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954 yang mensyaratkan bahwa gelar akuntan hanya dapat dipakai oleh mereka yang telah menyelesaikan pendidikannya dari perguruan tinggi dan telah terdaftar pada Departemen keuangan R.I.
Untuk dapat menjalankan profesinya sebagai akuntan publik di Indonesia, seorang akuntan harus lulus dalam ujian profesi yang dinamakan Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) dan kepada lulusannya berhak memperoleh sebutan “Bersertifikat Akuntan Publik” (BAP). Sertifikat akan dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Sertifikat Akuntan Publik tersebut merupakan salah satu persyaratan utama untuk mendapatkan izin praktik sebagai Akuntan Publik dari Departemen Keuangan.
Profesi ini dilaksanakan dengan standar yang telah baku yang merujuk kepada praktek akuntansi di Amerika Serikat sebagai ncgara maju tempat profesi ini berkembang. Rujukan utama adalah US GAAP (United States Generally Accepted Accounting Principle’s) dalam melaksanakan praktek akuntansi. Sedangkan untuk praktek auditing digunakan US GAAS (United States Generally Accepted Auditing Standard), Berdasarkan prinsip-prinsip ini para Akuntan Publik melaksanakan tugas mereka, antara lain mengaudit Laporan Keuangan para pelanggan.
Kerangka standar dari USGAAP telah ditetapkan oleh SEC (Securities and Exchange Commission) sebuah badan pemerintah quasijudisial independen di Amerika Serikat yang didirikan tahun 1934. Selain SEC, tcrdapat pula AICPA (American Institute of Certified Public Accountants) yang bcrdiri sejak tahun 1945. Sejak tahun 1973, pengembangan standar diambil alih oleh FASB (Financial Accominting Standard Board) yang anggota-angotanya terdiri dari wakil-wakil profesi akuntansi dan pengusaha.
sumber: Wikipedia Indonesia
Akuntan Pemerintah
Akuntan Pemerintah, adalah akuntan yang bekerja pada badan-badan
pemerintah seperti di departemen, BPKP dan BPK, Direktorat Jenderal Pajak
dan lain-lain.
Akuntan Pendidik
Akuntan Pendidik, adalah akuntan yang bertugas dalam pendidikan akuntansi
yaitu mengajar, menyusun kurikulum pendidikan akuntansi dan melakukan
penelitian di bidang akuntansi.
Akuntan Manajemen/Perusahaan
Akuntan Manajemen, adalah akuntan yang bekerja dalam suatu perusahaan
atau organisasi. Tugas yang dikerjakan adalah penyusunan sistem akuntansi,
penyusunan laporan akuntansi kepada pihak intern maupun ekstern
perusahaan, penyusunan anggaran, menangani masalah perpajakan dan
melakukan pemeriksaan intern.
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari.
Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika sebagai berikut : (Mulyadi, 2001: 53)
1. Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
3. Integritas
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4. Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.
Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik.
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
6. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan
Sumber :
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/pengertian-etika-profesi.
Etika Audit Eksternal
A. PENGERTIAN PROFESI
Profesi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah bidang pekerjaan
yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan,kejuruan,dan
sebagainya) tertentu. Sedangkan profesional menurutKBBI adalah:
1. Bersangkutan dengan profesi;
2. Pekerjaan yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya;
3. Mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya (lawan dari amatir).
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan
bahwa persyaratan utama dari suatu profesi adalah tuntutan kepemilikan
keahlian tertentu yang unik. Dari profesi ini juga mendapatkan
pembayaran sebagai timbal balik atas pekerjaan yang dilakukannya. Sawyers Internal Auditing menyebutkan 7 (tujuh) syarat, yaitu:
1. Pekerjaan tersebut adalah untuk melayani kepentingan orang banyak (umum)
2. Bagi yang ingin terlibat dalam profesi dimaksud, harus melalui pelatihan yang cukup lama dan berkelanjutan
3. Adanya kode etik dan standar yang ditaati di dalam organisasi tersebut
4. Menjadi
anggota dalam organisasi profesi dan selalu mengikuti pertemuan ilmiah
yang diselenggarakan oleh organisasi profesi tersebut
5. Mempunyai media massa/publikasi yang bertujuan untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan anggotanya
6. Kewajiban menempuh ujian untuk menguji pengetahuan bagi yang ingin menjadi anggota
7. Adanya suatu badan tersendiri yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk mengeluarkan sertifikat.
B. PENGERTIAN DAN TUJUAN KODE ETIK
1. Pengertian Etik dan Kode Etik
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, mendefinisikan etik sebagai :
a. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
b. Nilai
mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
sedangkan etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
Kode
etik pada prinsipnya merupakan sistem dari prinsip-prinsip moral yang
diberlakukan dalam suatu kelompok profesi yang ditetapkan secara
bersama. Kode etik suatu profesi merupakan ketentuan perilaku yang harus
dipatuhi oleh setiap mereka yang menjalankan tugas profesi tersebut,
seperti dokter, pengacara, polisi, akuntan, penilai, dan profesi
lainnya.
2. Dilema Etika dan Solusinya
Terdapat dua faktor utama yang mungkin menyebabkan orang berperilaku tidak etis, yakni:
a.
Standar etika orang tersebut berbeda dengan masyarakat pada umumnya.
Misalnya, seseorang menemukan dompet berisi uang di bandar udara
(bandara). Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat
terbuka. Pada kesempatan berikutnya, pada saat bertemu dengan keluarga
dan teman-temannya, yang bersangkutan dengan bangga bercerita bahwa dia telah menemukan dompet dan mengambil isinya.
b. Orang
tersebut secara sengaja bertindak tidak etis untuk keuntungan diri
sendiri. Misalnya, seperti contoh di atas, seseorang menemukan dompet
berisi uang di bandara. Dia mengambil isinya dan membuang dompet
tersebut di tempat tersembunyi dan merahasiakan kejadian tersebut.
Dorongan
orang untuk berbuat tidak etis mungkin diperkuat oleh rasionalisasi
yang dikembangkan sendiri oleh yang bersangkutan berdasarkan pengamatan
dan pengetahuannya. Rasionalisasi tersebut mencakup tiga hal sebagai
berikut:
a. Setiap orang juga melakukan hal (tidak etis) yang sama. Misalnya, orang mungkin berargumen bahwa tindakan memalsukan perhitungan pajak, menyontek
dalam ujian, atau menjual barang yang cacat tanpa memberitahukan kepada
pembelinya bukan perbuatan yang tidak etis karena yang bersangkutan berpendapat bahwa orang lain pun melakukan tindakan yang sama.
b. Jika sesuatu perbuatan tidak melanggar hukum berarti perbuatan tersebut tidak melanggar
etika. Argumen tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa hukum yang
sempurna harus sepenuhnya dilandaskan pada etika. Misalnya, seseorang yang menemukan barang hilang tidak
wajib mengembalikannya kecuali jika pemiliknya dapat membuktikan bahwa
barang yang ditemukannya tersebut benar-benar milik orang yang
kehilangan tersebut.
c. Kemungkinan
bahwa tindakan tidak etisnya akan diketahui orang lain serta sanksi
yang harus ditanggung jika perbuatan tidak etis tersebut diketahui orang
lain tidak signifikan. Misalnya penjual yang secara tidak sengaja
terlalu besar menulis harga barang mungkin tidak akan dengan kesadaran
mengoreksinya jika jumlah tersebut sudah dibayar oleh pembelinya. Dia
mungkin akan memutus kan untuk lebih baik menunggu pembeli protes untuk
mengoreksinya, sedangkan jika pembeli tidak menyadari dan tidak protes
maka penjual tidak perlu memberitahu.
Saat ini, telah dikembangkan rangka pemikiran untuk membantu setiap orang memecahkan dilema etika. Dalam rangka tersebut dikenal sebagai the six-step approach, yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
a. Identifikasikan kejadiannya.
b. Identifikasikan masalah etika berkaitan dengan kejadian tersebut.
c. Tetapkan siapa saja yang akan terpengaruh serta tetapkan apa konsekuensi yang akan diterima/ditanggungnya berkaitan dengan kejadian tersebut.
d. Identifikasikan alternatif-alternatif tindakan yang dapat ditempuh pihak yang terkait dengan dilema tersebut.
e. Identifikasikan kons ekuensi dari tiap-tiap alternatif tersebut.
f. Tetapkan tindakan yang tepat berdasarkan pertimbangan tentang nilai-nilai etika yang dimiliki dan konsekuensi serta kesanggupan menanggung konsekuensi atas pilihan tindakannya. Pilihan tindakan tersebut sifatnya sangat individual sehingga sangat tergantung pada nilai etika yang dimiliki oleh yang bersangkutan serta kesanggupannya menanggung akibat dari pilihan tindakannya.
Langkah
tersebut akan mengarah pada ketidakseragaman perilaku karena nilai yang
diyakini oleh masing-masing individu mungkin berbeda. Oleh karena itu,
untuk tercapainya keseragaman ukuran perilaku, apakah suatu tindakan etis atau tidak etis, maka kode etik perlu ditetapkan bersama oleh seluruh anggota profesi.
3. Perlunya Kode Etik bagi Profesi
Tanpa kode etik, maka setiap individu dalam satu komunitas akan memiliki tingkah laku yang berbeda-beda yang dinilai baik menurut anggapannya dalam berinteraksi
dengan masyarakat lainnya. Kepercayaan masyarakat dan pemerintah atas
hasil kerja auditor ditentukan oleh keahlian, independensi serta integritas moral/kejujuran para auditor
dalam menjalankan pekerjaannya. Kode etik atau aturan perilaku dibuat
untuk dipedomani dalam berperilaku atau melaksanakan penugasan sehingga
menumbuhkan kepercayaan dan memelihara citra organisasi di mata
masyarakat.
C. PENGERTIAN DAN TUJUAN STANDAR AUDIT
Standar antara lain diperlukan sebagai:
1. Ukuran mutu;
2. Pedoman kerja;
3. Batas tanggung jawab;
4. Alat pemberi perintah;
5. Alat pengawasan;
6. Kemudahan bagi umum.
Standar yang digunakan sebagai ukuran pada umumnyadiperlukan pada pekerjaan yang memiliki ciri:
1. Menyangkut kepentingan orang banyak;
2. Mutu hasilnya ditentukan;
3. Banyak orang (pekerja) terlibat;
4. Sifat dan mutu pekerjaan s ama;
5. Ada organisasi yang mengatur.
Standar
audit merupakan ukuran mutu pekerjaan audit yang ditetapkan oleh
organisasi profesi audit, yang merupakan persyaratan minimum yang harus dicapai auditor dalam melaksanakan tugas auditnya. Standar audit diperlukan untuk menjaga mutu pekerjaan auditor.
D. KODE ETIK, STANDAR AUDIT DAN PROGRAM JAMINAN KUALITAS
Dasar pikiran yang melandasi penyusunan kode etik dan
standar setiap profesi adalah kebutuhan profesi tersebut akan
kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa yang diberikan oleh profesi.
Aturan yang ditetapkan oleh profesi ini menyangk ut aturan perilaku,
yang disebut dengan kode etik, yang mengatur perilaku auditor sesuai
dengan tuntutan profesi dan organisasi pengawasan serta standar audit
yang merupakan ukuran mutu minimal yang harus dicapai auditor dalam
menjalankan tugas auditnya. Apabila aturan ini tidak dipenuhi berarti
auditor tersebut bekerja di bawah standar dan dapat dianggap melakukan
malpraktik. Program jaminan kualitas harus diciptakan untuk
mempertahankan profesionalisme dan kepercayaan masyarakat terhadap mutu
jasa audit. Program jaminan kualitas untuk masing-masing APIP dapat
dibangun sendiri sesuai dengan karakteristik APIP yang bersangkutan.
E. KODE ETIK DAN STANDAR AUDIT APIP
Auditor APIP adalah pegawai negeri yang mendapat tugas antara lain untuk melakukan audit. Auditor APIP meliputi :
1. Auditor lingkungan BPKP
2. Inspektorat Jenderal Departemen
3. Unit Pengawasan LPND
4. Ins[pektorat Propinsi, Kabupaten, dan Kota.
Dalam
menjalankan tugas auditnya wajib mentaati kode etik APIP yang berkaitan
dengan statusnya sebagai pegawai negeri dan standar audiot APIP
sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatu Negara
No. PER/M. PAN/03/2008 M. PAN/03/2008 dan No. PER/05/M. PAN/03/2008
Tanggal 31 Maret 2008.
Disisi
lain terdapat pula auditor pemerintah khususnya auditor BPKP adalah
akuntan anggota IAI yang dalam keadaan tertentu melakukan audit atas
entitas yang menerbitkan laporan keuangan yang disusun berdasar PABU
(BUMN/BUMD) sebagaimana diatur dalam PSAK. Karena itu auditor pemerintah
tersebut wajib mengetahui dan mentaati kode etik akuntan Indonesia dan
standar audit yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang
ditetapkan oleh IAI.
LANDASAN HUKUM
Kode
etik APIP ditetapkan oleh Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara No. PER/04/M. PAN/03/2008 Tanggal 31 Maret 2008.
Landasan ketentuan hukum:
1. Undang-undang RI No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
2. Undang-undang RI No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.
3. Undang-undang RI No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.
4. Undang-undang RI No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara.
5. Peraturan Presiden RI No. 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah.
6. Peraturan
Presiden RI No 9 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi ,
dan Tata kerja Kementrian Negara RI sebagaimana telah beberapakali
diubah terakhir dengan Peraturan Presiden No. 94 Tahun 2006.
7. Intruksi Presiden No. 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.
8. Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/03. 1/M.
PAN/03/2007 Tentang Kebijakan Pengawasan Intern Pemerintah Tahun
2007-2008.
KODE ETIK APIP
Kode
etik APIP ini diberlakukan bagi seluruh auditor dan pegawai negeri
sipil yang diberi tugas oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)
untuk melaksanakan pengawasan dan pemantauan tindak lanjutnya. Isi dari
kode etik APIP ini memuat 2 (dua) komponen, yaitu:
1. Prinsip-prinsip perilaku auditor yang merupakan pokok-pokok yang melandasi perilaku auditor; dan
2. Aturan perilaku yang menjelaskan lebih lanjut prinsip-prinsip perilaku auditor.
1. Prinsip-prinsip Perilaku
Tuntutan
sikap dan perilaku auditor dalam melaksanakan tugas pengawasan dilandas
i oleh beberapa prinsip perilaku, yaitu: integritas, obyektivitas,
kerahasiaan dan kompetensi.
a. Integritas
Auditor dituntut untuk memiliki kepribadian yang dilandasi oleh sikap jujur, berani, bijaksana, dan bertanggung jawab untuk membangun kepercayaan guna memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang handal.
b. Obyektivitas
Auditor
harus menjunjung tinggi ketidakberpihakan profesional dalam
mengumpulkan, mengevaluasi, dan memroses data/informasi audit. Auditor
APIP membuat penilaian seimbang atas semua situasi yang relevan dan
tidak dipengaruhi oleh kepentingan sendiri atau orang lain dalam
mengambil keputusan.
c. Kerahasiaan
Auditor
harus menghargai nilai dan kepemilikan informasi yang diterimanya dan
tidak mengungkapkan informasi tersebut tanpa otorisasi yang memadai,
kecuali diharuskan oleh peraturan perundang-undangan.
d. Kompetensi
Dalam
melaksanakan tugasnya auditor dituntut untuk memiliki pengetahuan,
keahlian, pengalaman dan keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan
tugas.
2. Aturan Perilaku
Aturan
perilaku mengatur setiap tindakan yang harus dilakukan oleh auditor dan
merupakan pengejawantahan prinsip-prinsip perilaku auditor. Dalam
prinsip ini auditor dituntut agar:
a. Dapat melaksanakan tugasnya secara jujur, teliti, bertanggung jawab dan bersungguh-sungguh;
b. Dapat menunjukkan kesetiaan dalam segala hal yang berkaitan dengan profesi dan organisasi dalam melaksanakan tugas;
c. Dapat
mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan dan mengungkapkan
segala hal yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan profesi
yang berlaku;
d. Dapat menjaga citra dan mendukung visi dan misi organisasi;
e. Tidak menjadi bagian kegiatan ilegal atau mengikatkan diri pada tindakan-tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi APIP atau organisasi;
f. Dapat menggalang kerjasama yang sehat diantara sesama auditor dalam pelaksanaan audit; dan
g. Saling mengingatkan, membimbing, mengoreksi perilaku sesama auditor.
PELANGGARAN
Kebijakan atas pelanggaran kode etik APIP sesuai dengan pernyataan Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/04/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008 menetapkan sebgai berikut:
1. Tindakan
yang tidak sesuai dengan kode etik tidak dapat diberi toleransi, mes
kipun dengan alasan tindakan tersebut dilakukan demi kepentingan
organisas i atau diperintahkan oleh pejabat yang lebih tinggi.
2. Auditor tidak diperbolehkan untuk melakukan atau memaksa karyawan lain melakukan tindakan melawan hukum atau tidak etis.
3. Pimpinan APIP harus melaporkan pelanggaran kode etik oleh auditor kepada pimpinan organisasi.
4. Pemeriksaan,
investigasi dan pelaporan pelanggaran kode etik ditangani oleh Badan
Kehormatan Profesi, yang terdiri dari pimpinan APIP dengan anggota yang
berjumlah ganjil dan disesuaikan dengan kebutuhan. Anggota Badan
Kehormatan. Profesi diangkat dan diberhentikan oleh pimpinan APIP.
D. PENGECUALIAN
Terdapat bebrapa pengecualian atas pelanggaran kode etik profesi karena dalam penerapan kode etik profesi berkaitan dengan peran manusia yang lingkungannya tidak selalu normal.
Dalam hal-hal tertentu seorang auditor dimungkinkan untuk tidak
menerapkan aturan perilaku tertentu. Oleh karena itu, terdapat beberapa
aturan pengecualian sebagai berikut:
1. Permohonan pengecualian atas penerapan kode etik tersebut harus dilakukan secara tertulis sebelum auditor terlibat dalam kegiatan atau tindakan yang dimaksud.
2. Persetujuan untuk tidak menerapkan kode etik hanya boleh diberikan oleh pimpinan APIP. Pengecualian untuk tidak menerapkan kode etik hanya dilakukan atas situasi yang telah direncanakan, bukan secara spontan pada saat kejadian itu berlangsung.
3. Pengecualian tidak diperkenankan ketika pelanggaran atas kode etik telah dilakukan baru kemudian diajukan permohonan.
E. SANKSI ATAS PELANGGARAN
Auditor APIP yang terbukti melanggar Kode Etik APIP akan dikenakan sanksi oleh pimpinan APIP atas rekomendasi dari Badan Kehormatan Profesi. Pengenaan sanksi terhadap pelanggaran Kode Etik oleh pimpinan APIP dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bentuk-bentuk sanksi tersebut antara lain berupa:
1. Teguran tertulis;
2. Usulan pemberhentian dari tim audit; dan
3. Tidak diberi penugasan audit selama jangka waktu tertentu.
F. KODE ETIK KONSORSIUM ORGANISASI PROFESI AUDIT INTERNAL
Latar belakang organisasional antara Konsorsium Organisasi Profesi Audit yang berbeda dengan APIP membuat Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal menyusun kode etik dengan pendekatan yang berbeda. Konsorsium menggunakan istilah Standar
Perilaku Auditor Internal berisi:
1. Auditor internal harus menunjukkan kejujuran, objektivitas, dan kesungguhan dalam melaksanakan tugas dan memenuhi tanggungjawab profesinya.
2. Auditor internal harus menunjukkan loyalitas terhadap organisasinya atau terhadap pihak yang dilayani. Namun demikian, auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menyimpang atau melanggar hukum.
3. Auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam tindakan atau kegiatan yang dapat mendiskreditkan profesi audit internal atau mendiskreditkan organisasinya.
4. Auditor internal harus menahan diri dari kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan konflik dengan kepentingan organisasinya; atau kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan prasangka, yang meragukan kemampuannya untuk dapat melaksanakan tugas dan memenuhi tanggungjawab profesinya secara objektif.
5. Auditor internal tidak boleh menerima sesuatu dalam bentuk apapun dari karyawan, klien, pelanggan, pemasok, ataupun mitra bisnis organisasinya, yang dapat, atau, patut diduga, dapat memengaruhi pertimbangan profesionalnya.
6. Auditor internal hanya melakukan jasa-jasa yang dapat diselesaikan dengan menggunakan kompetensi profesional yang dimilikinya.
7. Auditor internal harus mengusahakan berbagai upaya agar senantiasa memenuhi Standar Profesi Audit Internal.
8. Auditor internal harus bersikap hati-hati dan bijaksana dalam menggunakan informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan tugasnya. Auditor internal tidak boleh menggunakan informasi rahasia:
a. untuk mendapatkan keuntungan pribadi,
b. secara melanggar hukum, atau
c. yang dapat menimbulkan kerugian terhadap organisasinya.
9. Dalam melaporkan hasil pekerjaannya, auditor internal harus mengungkapkan semua fakta-fakta penting yang diketahuinya, yaitu fakta-fakta yang jika tidak diungkap dapat:
a. mendistorsi laporan atas kegiatan yang direviu, atau
b. menutupi adanya praktik-praktik yang melanggar hukum.
10. Auditor internal harus senantiasa meningkatkan kompetensi serta efektivitas dan kualitas pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib mengikuti pendidikan profesional berkelanjutan.
STANDAR AUDIT APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH
A. LANDASAN HUKUM
1. Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara
2. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Lembaga Pemerintah Non Departemen dimana Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) diatur pada pasal 52 sampai dengan pasal 54
3. Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2005 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara RI sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006
4. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/03.1/M.PAN/03/2007 Tentang Kebijakan Pengawasan Nasional Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2007–2009.
B. STANDAR AUDIT APIP
1. Prinsip-prinsip Dasar
a. Kewajiban Auditor
1) Kewajiban Auditor untuk mengikuti Standar Audit Auditor harus mengikuti Standar Audit dalam segala pekerjaan audit yang dianggap material.
2) Kewajiban Auditor untuk Meningkatkan Kemampuan Auditor harus secara terus menerus meningkatkan kemampuan teknik dan metodologi audit. Komponen kemampuan auditor yang harus ditingkatkan meliputi: kemampuan teknis, manajerial, dan konseptual yang terkait dengan audit dan auditi.
b. Kewajiban APIP
1) Menyusun Rencana Pengawasan
2) Mengomunikasikan dan Meminta Persetujuan
3) Mengelola Sumber Daya
4) Menetapkan Kebijakan dan Prosedur
5) Melakukan Koordinasi
6) Menyampaikan Laporan Berkala
7) Melakukan Pengembangan Program dan
8) Menindaklanjuti Pengaduan Masyarakat
2. Standar Umum
Sistematika standar umum dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut:
a. Visi, Misi, Tujuan, Kewenangan dan Tanggung Jawab
Visi, misi, tujuan, kewenangan dan tanggung jawab APIP harus dinyatakan secara tertulis, disetujui dan ditandatangani oleh pimpinan tertinggi organisasi. Pernyataan standar tersebut dimaksudkan untuk memberikan kejelasan secara formal tentang arah dan mandat yang diberikan kepada APIP dalam melaksanakan setiap penugasan audit yang secara khusus berkenaan dengan kewenangan akses APIP dan para auditornya atas informasi dan personel auditi.
b. Independensi dan Obyektivitas
1) Independensi APIP
2) Obyektivitas Auditor
3) Gangguan Terhadap Independensi dan Obyektivitas
c. Keahlian
1) Latar Belakang Pendidikan Auditor
2) Kompetensi Teknis
3) Sertifikasi Jabatan dan Pendidikan dan Pelatihan Berkelanjutan
4) Penggunaan Tenaga Ahli dari Luar
d. Kecermatan Profesional
Auditor harus menggunakan keahlian profesionalnya dengan cermat dan seksama (due professional care) dan secara hati-hati (prudent) dalam setiap penugasan.
e. Kepatuhan Terhadap Kode Etik.
Auditor tidak saja harus menggunakan seluruh kemampuan
dan kecermatannya tetapi juga dituntut untuk mematuhi kode etik yang
ditetapkan. Dengan demikian kompetensi dan etika harus dipenuhi secara
bersamaan.
3. Standar Pelaksanaan Audit Kinerja
Secara sistematis standar pelaksanaan audit kinerja terdiri dari:
a. Perencanaan
Perencanaan audit bertujuan untuk menjamin bahwa tujuan audit dapat tercapai secara berkualitas, ekonomis, efisien, dan efektif. Dalam perencanaan ini, auditor menetapkan sasaran, ruang lingkup, metodologi, dan alokasi sumber daya serta mempertimbangkan berbagai hal termasuk sistem pengendalian intern dan ketaatan auditi terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ketidakpatuhan (abuse).
b. Supervisi
Pada setiap tahap audit kinerja, pekerjaan auditor harus disupervisi secara memadai untuk memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas dan meningkatnya kemampuan auditor.
c. Pengumpulan dan Pengujian Bukti
Auditor harus mengumpulkan dan menguji bukti untuk mendukung kesimpulan dan temuan audit kinerja. Kesesuaian informasi yang terkandung dalam bukti tersebut dengan suatu kriteria yang mendasarinya, maka proses pengumpulan dan pengujian bukti adalah inti dari audit.
d. Pengembangan Temuan
Auditor harus mengembangkan temuan yang diperoleh selama pelaksanaan audit kinerja. Temuan audit berupa ketidak-ekonomisan, ketidak-efisienan dan ketidak-efektifan pengelolaan organisasi, program,
aktivitas atau fungsi yang diaudit. Selain itu, temuan juga dapat
berupa tidak efektifnya sistem pengendalian intern, adanya
ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan dan
ketidak patutan (abuse). Unsur temuan meliputi: kondisi, kriteria,sebab,
dan akibat.
e. Dokumentasi
Auditor harus menyiapkan dan menata-usahakan dokumen audit kinerja dalam bentuk kertas kerja
audit. Dokumen audit harus disimpan secara tertib dan sistematis agar
dapat secara efektif diambil kembali, dirujuk, dan dianalisis.
4. Standar Pelaporan Audit Kinerja
Secara sistematis standar pelaporan audit kinerja meliputi:
a. Kewajiban Membuat Laporan
Auditor
harus membuat laporan hasil audit kinerja sesuai dengan penugasannya
yang disusun dalam format yang sesuai, segera setelah selesai melakukan
auditnya. Laporan hasil audit berguna antara lain untuk:
1) Mengomunikasikan hasil audit kinerja kepada auditi dan pihak lain yang berwenang berdas arkan peraturan perundang-undangan
2) Menghindari kesalah-pahaman atas hasil audit
3) Menjadi bahan untuk melakukan tindakan perbaikan bagi auditi dan instansi terkait
4) Memudahkan pemantauan tindak lanjut untuk menentukan pengaruh tindakan perbaikan yang semestinya telah dilakukan.
b. Cara dan Saat Pelaporan
Laporan hasil audit kinerja harus dibuat secara tertulis dan segera, yaitu pada kesempatan pertama setelah
berakhirnya pelaksanaan audit. Laporan yang dibuat tertulis bertujuan
untuk menghindari kemungkinan salah tafsir atas kesimpulan, temuan dan
rekomendasi auditor. Keharusan membuat laporan secara tertulis tidak
membatasi atau mencegah pembahasan lisan dengan auditi selama proses
audit berlangsung.
c. Bentuk dan Isi Laporan
Laporan hasil audit kinerja harus dibuat dalam
bentuk dan isi yang dapat dimengerti oleh auditi dan pihak lain yang
terkait. Laporan hasil audit kinerja baik bentuk surat atau bab harus
memuat:
1) Dasar melakukan audit
2) Identifikasi audit
3) Tujuan/sasaran, lingkup dan metodologi audit
4) Pernyataan bahwa audit dilaksanakan sesuai dengan standar audit
5) Kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi
6) Hasil audit berupa kesimpulan, temuan audit dan rekomendasi
7) Tanggapan dari pejabat auditi yang bertanggung jawab
8) Pernyataan adanya keterbatasan dalam audit serta pihak-pihak yang menerima laporan
9) Pelaporan informasi rahasia, bila ada.
d. Kelemahan sistem pengendalian intern.
Ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ketidakpatutan (abuse) disajikan sebagai bagian temuan.
1) Kelemahan Sistem Pengendalian Intern
2) Kelemahan atas sistem pengendalian intern
yang dilaporkan adalah kelemahan yang mempunyai pengaruh signifikan.
Sedangkan kelemahan yang tidak signifikan cukup disampaikan kepada
auditi dalam bentuk surat (management letter).
3) Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan, Kecurangan dan Ketidakpatutan (abuse)
4) Auditor harus melaporkan adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan dan ketidapatutan (abuse).
5) Kualitas Laporan
6) Laporan hasil audit kinerja harus tepat waktu, lengkap, akurat, obyektif, meyakinkan, serta jelas dan seringkas mungkin.
7) Tanggapan Auditi
8) Auditor
harus meminta tanggapan atau pendapat terhadap kesimpulan, temuan dan
rekomendasi termasuk tindakan perbaikan yang direncanakan oleh auditi
secara tertulis dari pejabat auditi yang bertanggung jawab.
9) Penerbitan dan Distribusi Laporan
10) Laporan hasil audit kinerja diserahkan kepada pimpinan organisasi, auditi, dan pihak lain yang diberi wewenang untuk menerima laporan hasil audit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Laporan hasil audit kinerja harus didistribusikan tepat
waktu kepada pihak yang berkepentingan sesuai peraturan
perundang-undangan. Namun dalam hal yang diaudit merupakanrahasia negara
atau dilarang untuk disampaikan kepada pihak-pihak tertentu atas dasar
ketentuan peraturan perundang-undangan, maka untuk tujuan pengamanannya,
auditor dapat membatasi pendistribusian laporan tersebut.
5. Standar Tindak Lanjut Audit Kinerja
Secara sistematis butir-butir standar tindak lanjut audit kinerja meliputi:
a. Komunikasi Dengan Auditi
Auditor harus mengomunikasikan kepada auditi bahwa tanggung jawab untuk menyelesaikan atau menindak-lanjuti temuan audit kinerja dan rekomendasi berada pada auditi.
b. Prosedur Pemantauan
Auditor
harus memantau dan mendorong tindak lanjut atas temuan beserta
rekomendasi. APIP perlu membuat kebijakan dan prosedur pemantauan guna
mengefektifkan pelaksanaan tindak lanjut hasil audit.
c. Status Temuan
Auditor
harus melaporkan status temuan beserta rekomendasi audit kinerja
sebelumnya yang belum ditindak-lanjuti. Laporan status temuan yang
disampaikan kepadapihak yang berkepentingan memuat antara lain:
1) Temuan dan rekomendasi
2) Sebab-sebab belum ditindaklanjutinya temuan
3) Komentar dan rencana pihak auditi untuk menuntaskan temuan.
d. Ketidakpatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan dan Kecurangan
Terhadap
temuan yang berindikasi adanya tindakan ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-undangandan kecurangan, auditor harus membantu
aparat penegak hukum terkait dalam upaya penindak-lanjutan temuan
tersebut.
6. Standar Pelaksanaan Audit Investigatif
Sistematika standar pelaksanaan audit investigatif meliputi:
a. Perencanaan
Dalam setiap penugasan audit investigatif, auditor investigatif
harus menyusun rencana audit. Rencana audit tersebut harus dievaluasi
dan bila perlu disempurnakan selama proses audit investigatif
berlangsung sesuai dengan perkembangan hasil audit investigatif di
lapangan. Perencanaan audit investigatif dimasudkan untuk memperkecil
tingkat risiko kegagalan dalam
melakukan audit investigatif dan memberikan arah agar pelaksanaan audit
investigatif dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif. Informasi
yang diterima dari berbagai sumber, seperti: pengaduan masyarakat,
pengembangan hasil audit kinerja atau audit lainnya, permintaan instansi
aparat penegak hukum atau instansi lainnya dijadikan sebagai dasar
penyusunan rencana audit investigatif. Apabila keputusan yang diambil
adalah melakukan audit investigatif, maka rencana tindakan memuat
langkah-langkah berikut:
1) Menentukan sifat utama pelanggaran
2) Menentukan fokus perencanaan dan sasaran audit investigatif
3) Mengindentifikasi
kemungkinan pelanggaran hukum,peraturan, atau perundang-undangan, dan
memahami unsur-unsur yang terkait denganpembuktian atau standar
4) Mengindentifikasi dan menentukan prioritas Tahapan audit investigatif yang diperlukan untuk mencapai sasaran audit investigatif
5) Menentukan sumber daya yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan audit investigatif;
6) Melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang, termasuk instansi penyidik jika diperlukan.
b. Supervisi
Supervisi harus diarahkan baik pada substansi maupun metodologi audit yang bertujuan antara lain untuk mengetahui:
1) Pemahaman tim audit atas tujuan dan rencana audit
2) Kesesuaian pelaksanaan audit dengan standar audit
3) Ketaatan terhadap prosedur audit
4) Kelengkapan bukti-bukti yang terkandung dalamkertas kerja audit untuk mendukung temuan dan rekomendasi
5) Pencapaian tujuan audit.
c. Pengumpulan dan Pengujian Bukti
Pelaksanaan pengumpulan dan evaluasi bukti harus difokuskan pada upaya pengujian hipotesis untuk mengungkapkan:
1) Fakta-fakta dan proses kejadian (modus operandi)
2) Sebab dan dampak penyimpangan
3) Pihak-pihak yang diduga terlibat/bertanggung jawab atas kerugian keuangan negara/daerah.
d. Dokumentasi
Auditor harus menyiapkan dan menatausahakan dokumen audit investigatif dalam bentuk kertas kerja audit. Dokumen audit investigatif harus disimpan secara tertib dan
sistematis agar dapat secara efektif diambil kembali, dirujuk, dan
dianalisis. Hasil audit investigatif harus didokumentasikan dalam berkas
audit investigatif secara akurat dan lengkap.
7. Standar Pelaporan Audit Investigatif
Secara sistematis standar pelaporan audit investigatif meliputi:
a. Kewajiban Membuat Laporan
Auditor investigatif harus membuat laporan hasil audit investigatif sesuai dengan penugasannya yang disusun
dalam format yang tepat segera setelah melakukan tugasnya. Laporan
hasil audit investigatif dibuat secara tertulis, dengan tujuan untuk
memudahkan pembuktian dan berguna untuk proses hukum berikutnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
b. Cara dan Saat Pelaporan
Laporan
hasil audit investigatif dibuat secara tertulis dan segera setelah
berakhirnya pelaksanaan audit investigatif. APIP harus menetapkan kapan
laporan akan diberikan secara tertulis sesuai dengan situasi dan kasus
yang diaudit.
c. Isi Laporan
Laporan hasil audit investigatif minimal harus memuat hal-hal berikut:
1) Dasar melakukan audit
2) Identifikasi auditi
3) Tujuan/sasaran, lingkup dan metodologi audit
4) Pernyataan bahwa audit investigatif telah dilaksanakan sesuai Standar Audit
5) Fakta-fakta dan proses kejadian mengenai siapa, di mana, bilamana, bagaimana dari kasus yang diaudit
6) Sebab dan dampak penyimpangan
7) Pihak yang diduga terlibat atau bertanggung jawab
8) Dalam
pengungkapan pihak yang bertanggungjawab atau yang diduga terlibat,
auditor harus memperhatikan asas praduga tidak bersalah yaitu dengan
tidak menyebut identitas lengkap.
d. Kualitas Laporan
Laporan hasil audit investigasi harus akurat, jelas,lengkap, singkat, dan disusun dengan logis, tepat waktu, dan obyektif.
e. Pembicaraan Akhir dengan Auditi
Auditor
investigatif harus meminta tanggapan atau pendapat terhadap hasil audit
investigatif. Tanggapan atau pendapat tersebut harus dikemukakan pada
saat melakukan pembicaraan akhir dengan auditi. Salah satu cara yang
paling efektif untuk memastikan bahwa suatu laporan hasil audit
investigatif dipandang adil, lengkap, dan obyektif adalah adanya review
dan tanggapan dari pejabat yang bertanggung jawab,sehingga dapat
diperoleh suatu laporan yang tidak hanya mengemukakan kesimpulan auditor
investigatif saja, melainkan memuat pula pendapat pejabat yang
bertanggung jawab tersebut.
f. Penerbitan dan Distribusi Laporan
Laporan hasil audit investigatif diserahkan kepada pimpinan organisasi, auditi, dan pihak lain yang diberi wewenang untuk menerima laporan hasil audit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Laporan hasil audit investigatif harus didistribusikan tepat waktu kepada pihak yang telah ditentukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
8. Standar Tindak Lanjut Audit Investigatif
Standar Tindak Lanjut mengatur tentang ketentuan dalam hal kepastian saran dan rekomendasi telah dilakukan oleh auditi. APIP harus memantau tindak lanjut hasil audit investigatif yg dilimpahkan kepada aparat penegak hukum.
Standar ini mengharuskan APIP untuk mengadministrasikan temuan audit
investigatif guna keperluan pemantauan tindak lanjut dan pemutakhiran
datahasil audit investigatif, termasuk yang hasil akhirnya berupa
tuntutan perbendaharaan atau tuntan ganti rugi (TP/TGR). APIP harus
memantau tindak lanjut kasus penyimpangan yg berindikasi adanya tindak
pidana korupsi atau perdata yg dilimpahkan kepada Kejaksaan atau Komisi Pemberantasan Korupsi.
C. STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA
Selain
standar audit yang telah dibicarakan di atas, terdapat Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara yang diterbitkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia melalui Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 pada bulan Januari 2007 yang memiliki
landasan dan referensi berikut:
1. Landasan Peraturan Perundang-undangan
a. Undang Undang Dasar RI Tahun 1945
b. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
c. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
d. Undang Undang Nomor 15 Yahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
e. Undang Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
2. Referensi:
a. Standar Audit Pemerintahan – Badan Pemeriksa Keuangan RI Tahun 1995
b. Generally Accepted Government Auditing Standards (GAGAS) 2003 Revision, United States Generally Accounting Office
c. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), 2001, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
d. Auditing Standards, International Organization of Supreme Audit
e. Institutions (INTOSAI), Latest Ammendment 1995
f. Generally Accepted Auditing Standards (GAAS), AICPA, 2002
g. Internal Control Standards, INTOSAI, 200
h. Standards for the Professional Practice of Internal Auditing, Latest Revision December 2003.
Standar pemeriksaan ini berlaku untuk semua pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap entitas, program, kegiatan
serta fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara. Dengan demikian, maka standar pemeriksaan ini berlaku untuk:
a. BPK.
b. Akuntan Publik atau pihak lainnya yang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara, untuk dan atas nama BPK.
c. Aparat
Pengawas Intern Pemerintah termasuk satuan pengawasan intern maupun
pihak lainnya sebagai acuan dalam menyusun standar pengawasan sesuai
dengan kedudukan, tugas, dan fungsinya.
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara memuat 7 butir Pernyataan Standar Pemeriksaan berikut:
a. Standar Umum
Standar
ini mengatur kriteria yang bersifat umum untuk melaksanakan pemeriksaan
keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Cakupan standar umum mengatur persyaratan kemampuan atau keahlian, independensi, penggunaan kemahiran profesional secara cermat dan seksama, dan pengendalian mutu.
b. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan
Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan mengatur hal-hal berikut:
1) Hubungan dengan Standar Profesional Akuntan Publik
2) Komunikasi Pemeriksa
3) Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya
4) Merancang
pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan
peraturan perundang-undangan, kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan
(abuse)
5) Pengembangan temuan pemeriksaan
6) Dokumentasi pemeriksaan.
c. Standar Pelaporan Pemeriksaan Keuangan
Standar ini mengatur tentang:
1) Hubungan dengan standar profesional akuntan publik yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia
2) Pernyataan Kepatuhan terhadap standar pemeriksaan
3) Pelaporan tentang kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
4) Pelaporan tentang pengendalian intern
5) Pelaporan tanggapan dari pejabat yang bertanggungjawab
6) Pelaporan informasi rahasia
7) Penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan.
d. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja
Pelaksanaan Pemeriksaan Kinerja mengatur mengenai perencanaan, supervisi, bukti, dan dokumentasi pemeriksaan.
e. Standar Pelaporan Pemeriksaan Kinerja
Pelaporan
Pemeriksaan Kinerja mengatur tentang bentu, isi laporan, unsur-unsur
kualitas laporan, penerbitan dan pendistribusian laporan hasil
pemeriksaan.
f. Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu
Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu mengatur hal-hal berikut:
1) Hubungan dengan standar profes ional akuntan publik yangditetapkan oleh IkatanAkuntan Indonesia
2) Komunikasi Pemeriksa
3) Pertimbangan terhadap hasil pemeriksaan sebelumnya
4) Pengendalian intern
5) Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse)
6) Dokumentasi pemeriksaan.
g. Standar Pelaporan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu.
Standar Pelaporan Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu mengatur hal-hal berikut:
1) Hubungan dengan standar profes ional akuntan publik yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia
2) Pernyataan kepatuhan terhadap standar pemeriksaan
3) Pelaporan tentang kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
4) Pelaporan tanggapan dari pejabat yang bertanggungjawab
5) Pelaporan informasi rahasia
6) Penerbitan dan pendistribusian laporan hasil pemeriksaan.
D. STANDAR PROFESI AUDIT INTERNAL (SPAI)
SPAI membagi standara udit menjadi dua kelompok besar:
1. Standar Atribut
a. Tujuan, Kewenangan, dan Tanggung jawab
Tujuan,
kewenangan, dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan
secara formal dalam Charter Audit Internal, konsisten dengan Standar
Profesi Audit Internal (SPAI), dan mendapat persetujuan dari Pimpinan
dan Dewan Pengawas Organisasi.
b. Independensi dan Objektivitas
Fungsi audit internal harus independen, dan auditor internal harus objektif dalam melaksanakan pekerjaannya.
1) Independensi Organisasi
Fungsi
audit internal harus ditempatkan pada posisi yang memungkinkan fungsi
tersebut memenuhi tanggungjawabnya. Independensi akan meningkat jika fungsi audit internal memiliki akses komunikasi yang memadai terhadap Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.
2) Objektivitas Auditor Internal
Auditor
internal harus memiliki sikap mental yang objektif, tidak memihak dan
menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan kepentingan (conflict of
interest)
3) Kendala terhadap Prinsip Independensi dan Objektivitas
Jika
prinsip independensi dan objektivitas tidak dapat dicapai baik secara
fakta maupun dalam kesan, hal ini harus diungkapkan kepada pihak yang
berwenang. Teknis dan rincian pengungkapan ini tergantung kepada alasan
tidak terpenuhinya prinsip independensi dan objektivitas tersebut.
c. Keahlian dan Kecermatan Profesional
1) Keahlian
Auditor
internal harus memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensi
lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab perorangan. Fungsi
Audit Internal secara kolektif harus memiliki atau memperoleh
pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensi lainnya yang dibutuhkan untuk
melaksanakan tanggung jawabnya.
2) Kecermatan Profesional
Dalam menerapkan kecermatan profesional auditor internal perlu mempertimbangkan:
1) Ruang lingkup penugasan.
2) Kompleksitas dan materialitas yang dicakup dalam penugasan.
3) Kecukupan dan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses governance.
4) Biaya dan manfaat penggunaan sumber daya dalam penugasan.
5) Penggunaan teknik-teknik audit berbantuan komputer dan teknik-teknik analisis lainnya.
6) Pengembangan Profesional yang Berkelanjutan (PPL)
Auditor internal harus meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan kompetensinya melalui Pengembangan Profesional yang Berkelanjutan.
d. Program Quality Assurance Fungsi Audit Internal
Penanggung jawab Fungsi Audit Internal
harus mengembangkan dan memelihara program quality assurance, yang
mencakup seluruh aspek dari fungsi audit internal dan secara terus
menerus memonitor efektivitasnya. Program ini mencakup penilaian
kualitas internal dan eksternal secara periodik serta pemantauan internal
yang berkelanjutan. Program ini harus dirancang untuk membantu fungsi
audit internal dalam menambah nilai dan meningkatkan operasi perusahaan
serta memberikan jaminan bahwa fungsi audit internal telah sesuai dengan Standar dan Kode Etik Audit Internal.
1) Penilaian terhadap Program Quality Assurance
Fungsi
audit internal harus menyelenggarakan suatu proses untuk memonitor dan
menilai efektivitas program quality assurance secara keseluruhan. Proses
ini harus mencakup penilaian (assessment) internal maupun eksternal.
a) Penilaian Internal. Fungsi audit internal harus melakukan penilaian internal yang mencakup:
· Review yang berkesinambungan atas kegiatan dan kinerja fungsi audit internal
· Review berkala yang dilakukan melalui self assessment atau oleh pihak lain dari dalam organisasi yang memiliki pengetahuan tentang standar dan praktek audit internal.
b) Penilaian Eksternal. Penilaian eksternal harus dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam tiga tahun oleh pihak luar perusahaan yang independen dan kompeten.
2) Pelaporan Program Quality Assurance
Penanggung jawab fungsi audit internal harus melaporkan hasil review dari pihak eksternal kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi.
3) Pernyataan Kesesuaian dengan SPAI
Dalam
laporan kegiatan periodiknya, auditor internal harus memuat pernyataan
bahwa aktivitasnya dilaksanakan sesuai dengan Standar Profesi Audit
Internal. Pernyataan ini harus didukung dengan hasil penilaian Program
Quality Assurance.
4) Pengungkapan atas Ketidakpatuhan
Dalam
hal terdapat ketidak-patuhan terhadap SPAI dan Kode Etik yang
mempengaruhi ruang lingkup dan aktivitas fungsi audit internal secara
signifikan, maka hal ini harus diungkapkan kepada Pimpinan dan Dewan
Pengawas Organisasi.
2. Standar Kinerja
a. Pengelolaan Fungsi Audit Internal
Penanggung jawab fungsi audit internal harus mengelola
fungsi audit internal secara efektif dan efisien untuk memastikan bahwa
kegiatan fungsi tersebut memberikan nilai tambah bagi organisasi.
1) Perencanaan
Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun
perencanaan yang berbasis risiko (risk-based plan) untuk menetapkan
prioritas kegiatan audit internal, konsisten dengan tujuan organisasi.
Rencana penugasan audit internal harus berdasarkan penilaian risiko yang
dilakukan paling sedikit setahun sekali. Masukan dari pimpinan dan
dewan pengawas organisasi serta perkembangan terkini
harus juga dipertimbangkan dalam proses ini. Rencana penugasan audit
internal harus mempertimbangkan potensi untuk meningkatkan pengelolaan
risiko, memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan organisasi.
2) Komunikasi dan Persetujuan
Penanggung
jawab fungsi audit internal harus mengomunikasikan rencana kegiatan
audit, dan kebutuhan sumber daya kepada pimpinan dan dewan pengawas
organisasi untuk mendapat persetujuan. Penanggungjawab fungsi audit
internal juga harus mengkomunikasikan dampak yang mungkin timbul karena
adanya keterbatasan sumber daya.
3) Pengelolaan Sumber daya
Penanggung
jawab fungsi audit internal harus memastikan bahwa sumber daya fungsi
audit internal sesuai, memadai, dan dapat digunakan secara efektif untuk
mencapai rencana-rencana yang telah disetujui.
4) Kebijakan dan Prosedur
Penanggung
jawab fungsi audit internal harus menetapkan kebijakan dan prosedur
sebagai pedoman bagi pelaksanaan kegiatan fungsi audit internal.
5) Koordinasi
Penanggung
jawab fungsi audit internal harus berkoordinasi dengan pihak internal
dan eksternal organisasi yang melakukan pekerjaan audit untuk memastikan
bahwa lingkup seluruh penugasan tersebut sudah memadai dan meminimalkan
duplikasi.
6) Laporan kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas
Penanggung
jawab fungsi audit internal harus menyampaikan laporan secara berkala
kepada Pimpinandan Dewan Pengawas mengenai perbandingan rencana dan
realisas i yang mencakup sasaran, wewenang, tanggung jawab, dan kinerja
fungsi audit internal. Laporan ini harus memuat permasalahan mengenai
risiko, pengendalian, proses governance, dan hal lainnya yang dibutuhkan
atau diminta oleh pimpinan dan dewan pengawas.
b. Lingkup Penugasan
Fungsi
audit internal melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi terhadap
peningkatan proses pengelolaan risiko, pengendalian, dan governance, dengan menggunakan pendekatan yang sistematis, teratur dan menyeluruh.
1) Pengelolaan Risiko
Fungsi audit internal harus membantu organis asi dengan cara mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko signifikan dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan pengelolaan risiko dan sistem pengendalian intern.
2) Pengendalian
Fungsi audit internal harus membantu
organisasi dalam memelihara pengendalian intern yang efektif dengan
cara mengevaluasi kecukupan, efisiensi dan efektivitas pengendalian
tersebut, serta mendorong peningkatan pengendalian intern secara
berkesinambungan.
a) Berdasarkan hasil penilaian risiko, fungsi audit internal
harus mengevaluasi kecukupan dan efektivitas s istem pengendalian
intern, yang mencakup governance, kegiatan operasi dan sistem informasi
organisasi. Evaluasi sistem pengendalian intern harus mencakup:
• Efektivitas dan efisiensi kegiatan operasi.
• Keandalan dan integritas informasi.
• Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
• Pengamanan aset organisasi.
b) Fungsi audit internal harus memastikan sampai sejauh
mana s asaran dan tujuan program serta kegiatan operasi telah
ditetapkan dan sejalan dengan sasaran dan tujuan organis asi.
c) Auditor internal harus mereviu kegiatan operasi dan program untuk memastikan sampai sejauh mana hasil-hasil yang diperoleh konsisten dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
d) Untuk mengevaluasi sistem pengendalian intern diperlukan kriteria yang memadai.
3) Proses Governance Fungsi
audit internal harus menilai dan memberikan rekomendasi yang sesuai
untuk meningkatkan proses governance dalam mencapai tujuan-tujuan
berikut:
a) Mengembangkan etika dan nilai-nilai yang memadai di dalam organisasi.
b) Memastikan pengelolaan kinerja organisasi yang efektif dan akuntabel.
c) Secara efektif mengomunikas ikan risiko dan pengendalian kepada unit-unit yang tepat di dalam organisasi.
d) Secara efektif mengoordinasikan kegiatan dari, dan mengomunikasikan
informasi di antara pimpinan, dewan pengawas, auditor internal dan
eksternal serta manajemen. Fungsi audit internal harus mengevaluasi
rancangan, implementasi dan efektiv itas dari kegiatan, program dan
sasaran organisasi yang berhubungan dengan etika organisasi.
c. Perencanaan Penugasan
Auditor
internal harus mengembangkan dan mendokumentasikan rencana untuk setiap
penugasan yang mencakup ruang lingkup, sasaran, waktu, dan alokasi
sumber daya.
1) Pertimbangan Perencanaan Dalam merencanakan penugasan, auditor internal harus mempertimbangkan:
a) Sasaran dan kegiatan yang s edang direviu dan mekanisme yang digunakan kegiatan tersebut dalam mengendalikan k inerjanya.
b) Risiko signifikan atas kegiatan, sasaran, sumberdaya,
dan operasi yang direviu serta pengendalian yang diperlukan untuk
menekan dampak ris iko ke tingkat yang dapat diterima oleh organisasi.
c) Kecukupan dan efektivitas pengelolaan ris iko dan sistem pengendalian intern.
d) Peluang yang s ignifikan untuk meningkatkan pengelolaan ris iko dan sistem pengendalian intern.
2) Sasaran Penugasan.
Sasaran untuk setiap penugasan harus ditetapkan.
3) Ruang Lingkup Penugasan Agar sasaran penugasan tercapai maka fungsi audit internal harus menentukan ruang lingkup penugasan yang memadai.
4) Alokasi Sumber Daya Penugasan
Auditor internal harus menentukan sumber daya yang sesuai untuk mencapai sasaran penugasan. Penugasan staf harus didasarkan pada evaluas i atas sifat dan kompleksitas penugasan, keterbatasan waktu, dan ketersediaan sumber daya.
5) Program Kerja Penugasan
Auditor
internal harus menyusun dan mendokumentasikan program kerja dalam
rangka mencapai sasaran penugasan. Program kerja harus menetapkan
prosedur untuk mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mendokumentasikan informasi
selama penugasan. Program kerja ini harus memperoleh persetujuan
sebelum dilaksanakan. Perubahan atau penyesuaian atas program kerja
harus segera mendapat pers etujuan.
d. Pelaksanaan Penugasan
Dalam
melaksanakan audit, auditor internal harus mengidentifikasi,
menganalisis, mengevaluasi, dan mendokumentasikan informasi yang memadai
untuk mencapai tujuan penugasan.
1) Mengidentifikasi Informasi
Auditor internal harus mengidentifikasi informasi yang memadai, handal, relevan, dan berguna untuk mencapai sasaran penugasan.
2) Analisis dan Evaluasi
Auditor internal harus mendasarkan kesimpulan dan hasil penugasan pada analisis dan evaluasi yang tepat.
3) Dokumentasi Informasi
Auditor internal harus mendokumentasikan informasi yang relevan untuk mendukung kesimpulan dan hasil penugasan.
4) Supervisi Penugasan
Setiap penugasan harus disupervisi dengan tepat untuk memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas, dan meningkatnya kemampuan staf.
e. Komunikasi Hasil Penugasan
Auditor internal mengomunikasikan hasil penugasannya secara tepat waktu.
1) Kriteria Komunikasi
Komunikasi harus mencakup sasaran dan lingkup penugasan, simpulan, rekomendasi, dan rencana tindak lanjutnya.
2) Kualitas Komunikasi
Komunikasi yang disampaikan baik tertulis maupun lisan harus akurat, objektif, jelas, ringkas, konstruktif, lengkap,dan tepat waktu.
3) Pengungkapan atas Ketidak-patuhan terhadap Standar
Dalam hal terdapat ketidak-patuhan terhadap standar yang mempengaruhi penugasan tertentu, komunikasi hasil-hasil penugasan harus mengungkapkan:
a) Standar yang tidak dipatuhi.
b) Alasan ketidak-patuhan.
c) Dampak dari ketidak-patuhan terhadap penugasan.
4) Penyampaian Hasil-hasil Penugasan
Penanggung jawab fungsi audit internal harus mengomunikasikan hasil penugasan kepada pihak yang berhak.
f. Pemantauan Tindak Lanjut
Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun dan menjaga sistem untuk memantau tindak lanjut hasil penugasan yang telah dikomunikasikan kepada manajemen.
Penanggung jawab fungsi audit internal harus menyusun prosedur tindak
lanjut untuk memantau dan memastikan bahwa manajemen telah melaksanakan tindak lanjut secara efektif, atau menanggung risiko karena tidak melakukan tindak lanjut.
g. Resolusi Penerimaan Risiko oleh Manajemen
Apabila manajemen senior telah memutuskan untuk menanggung risiko residual yang sebenarnya tidak dapat
diterima oleh organisasi, penanggung jawab fungsi audit internal harus
mendiskusikan masalah ini dengan manajemen senior. Jika diskusi tersebut
tidak menghasilkan keputusan yang memuaskan, maka penanggung jawab
fungsi audit internal dan manajemen senior harus melaporkan hal tersebut
kepada Pimpinan dan Dewan Pengawas Organisasi untuk mendapatkan resolusi.
REFERENSI
1. Drs. H.T. Redwan Jaafar, Ak, dan Sumiyati, Ak. M.F.M, Edisi Lima, Tahun 2008, Pusdiklat Pengawasan BPKP, Jln. Beringin II Pandansari, Ciawi ISBN 979- 3873-06-X Bogor 16720.
2. Lawrence B. Swayer, JD, CIA, PA., Mortimer A. Dittenhofer, Ph.D., CIA., JamesH. Scheiner, Ph.D., “Sawyer’s Internal Auditing”, Audit Internal Sawyer, Jakarta: Salemba 4, 2009, Edisi 5.
Langganan:
Postingan (Atom)